Rabu, 22 Mei 2013

Singkong Gajah

       CARA BUDIDAYA SINGKONG GAJAH


Singkong, sejauh ini masih dipandang sebelah mata sekalipun beberapa penelitian sudah berhasil meningkatkan potensi ekonomis tanaman jenis umbi-umbian ini. Namun dengan singkong gajah, mata siapa saja bisa terbelalak lebar, karena singkong jenis ini mampu menghasilkan puluhan juta rupiah per bulan.

Almarhum Arie Wibowo di tahun 1980-an menggubah sebuah lagu pop yang dia beri judul Anak Singkong. Dalam lirik-liriknya yang bernada jenaka, lagu itu menggambarkan keterpurukan singkong dibandingkan dengan keju. Ya, singkong memang selalu dipandang remeh.

Tapi, jika saja Arie Wibowo masih segar bugar saat ini dan mengetahui adanya singkong gajah, salah satu varietas singkong yang asli Indonesia sekaligus temuan anak negeri sendiri, tentu dia akan menggubah lagu lain yang merupakan kebalikan dari Anak Singkong.

Singkong tersebut adalah prestasi baru di dunia tanaman pangan yang diukirkan Kota Tarakan, beberapa waktu lalu. Melalui Dinas Peternakan dan Tanaman Pangan setempat, pemerintah kota itu beserta pihak-pihak terkait, berhasil mengembangkan singkong berukuran jumbo – bahkan raksasa bila dibandingkan dengan singkong biasa – yang kemudian diberi nama singkong gajah.

Seperti namanyaSingkong jenis ini, memiliki keistimewaan yakni, berat umbinya yang mencapai 60 kilogram per pohon. Singkong biasa hanya mampu berumbi maksimal seberat 3 kilogram saja, dan ditanam selama satu tahun.

Singkong gajah ini, awalnya ditemukan oleh seorang Profesor asal Samarinda, Ristono, yang juga mantan Dosen di Universitas Mulawarman. Ristono sudah meneliti singkong tersebut, sejak Tahun 1992 hingga 2002, dengan beberapa percobaan seperti pencakokan singkong lokal dengan singkong karet, maka hasilnya terciptalah singkong gajah tersebut.

Dalam suatu diskusi singkat, membahas prospek pengembangan singkong gajah dalam rangka pemberdayaan masyarakat di wilayah perbatasan RI-Malaysia, dengan Kasdam VI/Mulawarman Brigjen TNI Wisnu Bawatenaya beserta sejumlah stafnya, Januari lalu, Prof Dr Ristono MS yang juga Guru Besar STT Migas Balikpapan itu mengungkapkan sekilas tentang singkong gajah itu.

Ristono mengungkapkan, dia menemukan tanaman itu pada tahun 1992. “Sebetulnya tanaman ini sudah lama tumbuh di Kaltim. Saya menemukannya di beberapa tempat, seperti Manggar (Balikpapan) dan Marangkayu (Kutai Kartanegara). Tapi varietas singkong gajah ini hanya dijumpai di wilayah Kaltim,” tuturnya.



Mudah Dibudidayakan

Cara tanam singkong ini sangat mudah, dengan sistem stek bisa tumbuh. Batang singkong dipotong lalu ditancapkan dalam tanah yang gembur. Hasilnya pun berbeda dengan singkong biasa yang ditanam menggunakan proses okulasi atau dicangkok.

Bersama LSM Borneo Environmental Community (BEC) pimpinannya, Ristono telah mencoba budidaya singkong gajah itu di Samarinda, Kalimantan Timur. Pilot project-nya di Barambai, Sempaja Utara dengan lahan seluas 2 hektare (ha).

Budidaya singkong gajah juga diujicobakan ke masyarakat di beberapa daerah lain di Kalimantan Timur. Di antaranya, Desa Bukit Parianan, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, kemudian Desa Lamaru Balikpapan, Desa Sepaku Penajam Paser Utara, Berau, Malinau, Paser, serta di Universitas Borneo Tarakan.

Upaya memanfaatkan hasil pengamatan bersama BEC ternyata tak semulus yang dibayangkan. Banyak kendala dalam pengembangan singkong gajah. “Modal yang diperlukan cukup besar, khususnya untuk pembukaan dan penyiapan lahan, serta pembelian bibit, pupuk, pemeliharaan, dan pasca panen. Per hektarenya diperlukan dana sekitar Rp 10 juta hingga Rp 20 juta,” papar Ristono.

Namun dilihat dari hasil panen yang akan didapat, hasilnya sangat memuaskan. “Berat rata-rata umbi singkong gajah saat berumur 4-9 bulan berkisar antara 15-46 kilogram. Sedangkan berat umbi singkong biasa untuk masa tanam yang sama, umumnya hanya 2-5 kilogram,” jelas alumni Universitas Tokyo, Jepang itu membandingkan singkong gajah dengan singkong biasa.

Keunggulan lain tanaman itu, ujar Ristono, bukan hanya perawatannya yang mudah, namun juga kebal terhadap hama. “Rasanya juga lebih gurih, seperti ada menteganya. Teksturnya juga sangat lunak tidak seperti singkong biasa yang keras,” tambahnya.


Multi Manfaat

Menurut Ristono, sosialisai dan pengembangan singkong gajah telah dimulai sejak 1 Juni 2009. Berbagai uji coba untuk mengolah singkong itu menjadi macam-macam jenis makanan juga telah dilakukan. Hasilnya, beberapa jenis makanan olahan dengan kualitas yang lebih bagus dapat diperoleh, antara lain berupa keripik, gethuk, tape, bahan sayur pengganti kentang, dan kue yang diberi nama proll tape.

Tanaman singkong gajah pada umur 9-12 bulan mempunyai kadar pati yang tinggi sehingga berpotensial sebagai bahan chip gaplek namun kurang pas untuk diolah langsung sebagai makanan olahan langsung jadi, karena seratnya yang mulai mengeras. Singkong pada umur ini lebih tepat dipabrikasi menjadi tepung tapioka (kanji), tpung mocaf (modified cassava flour atau pengganti gandum) dan didestilasi (disuling, Red) menjadi bioetanol, bahan bakar bio, alternatif pengganti BBM.

Di bagian lain, karakteristik singkong gajah secara fisik menunjukkan bahwa sistem perakarannya memungkinkan tanaman itu untuk menyerap (menahan) air sehingga sangat berguna bagi keperluan system irigasi dan pengendalian banjir. Sedangkan pertumbuhan batang, cabang dan daun di mana tinggi tanaman bisa mencapai 5 meter dan percabangan bertingkat mempunyai potensi dalam pengendalian penyerapan CO2, dengan demikian besar peranannya bagi perbaikan ekosistem.

Kandungan sianida yang relatif rendah pada umbinya terlihat pada daun yang bisa langsung dimakan oleh ternak, misalnya ayam, kambing, dan sapi tanpa menimbulkan pengaruh negatif pada ternak tersebut, hal itu juga terlihat pada umbinya. Karakteristik semacam itu mempunyai nilai lebih baik dibandingkan dengan varietas singkong lainnya.

Sehubungan dengan kondisi iklim di Kalimantan Timur yang sulit diperkirakan perbedaan antara musim penghujan dan kemarau, maka penanaman singkong gajah maupun masa panen di Kalimantan Timur dapat dilakukan setiap saat dengan tehnik siklus penanaman yang benar. Dengan demikian penyediaan bahan baku untuk industri berbasis Singkong Gajah dapat dilakukan setiap saat dengan rotasi tahunan tanpa memandang hari maupun bulan dengan luasan areal yang besar tersedia.

Pengalaman menunjukkan, jika singkong gajah ditanaman dengan jarak 1 meter pada luas lahan 1 hektare, berat rata-rata umbinya untuk 1 cabutan batang adalah 20 kg. Bila ditanam dengan jarak 1,5-2 meter, berat umbi dapat mencapai 35 hingga 40 kg per batangnya. Dengan nilai jual di pasaran saat ini berkisar Rp 2.000-Rp 4.000 per kilogram, maka pendapatan yang diperoleh berkisar antara Rp 100 juta Rp 200 juta per hektare.

Hitung-hitungan terjelek, dengan harga Rp 1.000 per kilogram pada saat panen raya, maka hasil yang didapat adalah 20 kg x 10 ribu batang x Rp 1.000 = Rp 200 juta. Sungguh sangat menjanjikan, karena dengan modal Rp 20 juta, seorang petani singkong gajah dapat memperoleh pendapatan hingga hingga Rp 200 juta dalam waktu 9 bulan. Itu baru dari hasil penjualan umbinya saja, belum dari produk-produk turunannya, atau pengolahan limbahnya. Maka tidak menutup kemungkinan, bakal lahir miliarder-miliarder baru berkat singkong, ins

Pemanfaatan Limbah

Pengolahan singkong menjadi pati ataupun produk turunannya dipastikan akan menghasilkan sisa produksi berupa limbah padat dan cair. Limbah berupa onggok ini masih dapat dimanfaatkan karena masih mengandung beberapa unsur nutrisi yang dibutuhkan tanaman dan ternak. Pemanfaatan limbah tersebut, antara lain untuk:



1. Limbah padat seperti kulit singkong dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan pupuk, sedangkan onggok (ampas) dapat digunakan sebagai sebagai bahan baku pada industri pembuatan saus, campuran kerupuk, obat nyamuk bakar dan pakan ternak.

2. Limbah cair dapat dimanfaatkan untuk pengairan sawah dan ladang, selain itu limbah cair pengolahan tapioka dapat diolah menjadi minuman nata de cassava.

3. Daun singkong dapat juga digunakanan untuk fortifikasi limbah untuk pakan ternak karena daun singkong mengandung nilai protein yang cukup tinggi


By. Andanan HT
     Maskur Zaida

Tidak ada komentar:

Posting Komentar